SUMENEP, taneyan.id – Rencana survei seismik tiga dimensi (3D) dalam rangka eksplorasi migas di perairan West Kangean kembali menuai penolakan. Kali ini, sorotan datang dari kalangan legislatif.
Anggota Komisi III DPRD Sumenep, Akhmadi Yazid, menyatakan bahwa penolakan masyarakat Kangean mencerminkan keresahan atas ketimpangan infrastruktur dan tidak meratanya distribusi manfaat eksplorasi.
“Suara penolakan masyarakat mencerminkan kegelisahan atas minimnya pemerataan pembangunan dan keadilan fiskal,” ujar Yazid, Rabu (19/6).
Menurutnya, selama ini masyarakat di wilayah kepulauan lebih sering menjadi penonton ketimbang penerima manfaat atas kekayaan alam yang dieksploitasi.
Ia juga menilai bahwa survei seismik 3D merupakan awal dari proses panjang yang bisa berujung pada eksploitasi besar-besaran jika tak dikawal sejak dini.
“Kalau sejak awal saja sudah berat sebelah, maka wajar jika masyarakat mempertanyakan legitimasi sosial dari proyek ini,” tegasnya.
Yazid pun mengingatkan bahwa hasil eksplorasi laut lepas selama ini tercatat secara administratif di tingkat provinsi, bukan daerah penghasil terdekat.
“Ini membuat masyarakat seperti kehilangan hak atas sumber daya yang berada di depan mata mereka sendiri,” lanjutnya.
Ia meminta agar pemerintah pusat maupun pelaksana proyek mendengar suara masyarakat, khususnya soal tuntutan keadilan dan keberlanjutan lingkungan.
“Tanpa jaminan bahwa warga Kangean akan menjadi penerima manfaat utama, survei ini sebaiknya ditangguhkan,” ucap mantan jurnalis itu.
Sebelumnya, penolakan juga disuarakan oleh sejumlah kelompok masyarakat dan mahasiswa di Kangean. Mereka khawatir terhadap dampak lingkungan dan ketimpangan ekonomi.
Proyek ini sendiri merupakan bagian dari kerja sama antara SKK Migas, PT Gelombang Seismik Indonesia (GSI), dan KKKS Kangean Energy Indonesia (KEI). Namun hingga kini, penolakan dari masyarakat belum mereda.