SUMENEP, taneyan.id — Pada sebuah rumah sederhana di RT 18 Dusun Temor Lorong, Desa Bluto, Sumenep, nama Satriya sering disebut dalam perbincangan warga. Sosok lanjut usia itu kerap duduk di beranda, menatap jalan tanah yang membelah dusun.
Profilnya baru-baru ini diulas oleh salah satu media online, dan bagi Pemerintah Desa (Pemdes) Bluto, publikasi itu bukan sekadar berita—melainkan pengingat tentang kepedulian yang harus terus dirawat.
“Terima kasih kepada media yang telah menampilkan kondisi Buk Satriya. Beliau memang layak dan perlu mendapat uluran tangan kita semua, terutama negara dalam rangka kesejahteraan sosial,” ujar Sekretaris Desa Bluto, Hendra Jovi Putra.
Menurut Hendra, Pemdes Bluto selama ini tidak tinggal diam. Berbagai upaya telah ditempuh agar Satriya masuk dalam skema bantuan sosial nasional.
Nama Satriya pernah diusulkan sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Namun, seperti desa-desa lain, kewenangan akhir sepenuhnya berada pada pemerintah pusat.
“Kami hanya bisa mengusulkan. Penentunya tetap di pusat,” kata Hendra, menegaskan keterbatasan ruang gerak Pemdes dalam program-program berskala nasional.
Meski demikian, pada lingkup kewenangan desa, Satriya tidak luput dari perhatian. Ia pernah menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa, sebelum kebijakan pemangkasan anggaran mengurangi ruang fiskal desa.
Selain itu, bantuan beras dari Bulog beberapa kali diberikan melalui jalur desa. “Biasanya diterima oleh cucunya, Miftahul,” tambah Hendra.
Bahkan, warga sekitar juga beberapa kali turut berbagi, termasuk dari jatah beras para penerima BPNT yang bersedia membagi sebagian untuk Satriya.
“Ini menunjukkan bahwa solidaritas di masyarakat masih kuat,” ujar Hendra.
Harapan baru kini disiapkan untuk tahun depan. Pemdes Bluto telah berkoordinasi dengan Dinas Perkimhub Sumenep, melalui salah satu anggota DPRD, untuk mengupayakan bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bagi Satriya.
“Insyaallah tahun depan beliau mendapatkan RTLH. Kami terus mengawal agar prosesnya berjalan,” kata Hendra.
Di Temor Lorong, rumah berusia puluhan tahun itu masih berdiri, meski beberapa bagiannya mulai rapuh. Namun kepedulian warga dan komitmen pemerintah desa membuat harapan baru tumbuh—pelan, tetapi nyata.
Bagi Satriya, bantuan apa pun yang datang bukan hanya soal materi, tetapi tanda bahwa ia tidak dibiarkan berjalan sendiri.
Krisdiantoro, salah satu perangkat desa yang rumahnya dekat dengan Satriya memastikan memang sudah sering diusulkan. “Kalau bantuan pusat sering diusulkan, tapi sampai sekarang memang belum realisasi,” katanya.
Namun dia memastikan Satriya sudah sering dapat bantuan dari fasilitasi pemdes. “Kalau beras Bulog itu sering Miftah cucunya yang mengambilkan. Bahkan pernah dapat BLT DD juga,” ungkapnya.
Salah satu pendamping PKH Kecamatan Bluto, Kiswatun Hasanah, mengaku sudah mengecek data soal Satriya. Menurutnya, dalam status desil yang biasa digunakan sebagai indikator kesejahteraan sosial, Satriya pada posisi desil 6.
“Kita coba koordinasikan agar segera berganti ke desil 1 biar segera dapat bantuan,” katanya.
Bersama tim pendamping PKH lainnya, Kiswatun mengunjungi Satriya. Menurut dia, setelah menanyakan langsung ternyata Satriya memang sering mendapat bantuan. Dia hanya tidak mendapatkan bantuan seperti PKH atau BPNT.
“Buk Satriya bukan sebatang kara karena anaknya ternyata sudah sukses di Jakarta. Semoga Buk Satriya ke depan bisa lebih sejahtera,” pungkasnya. (mkt)













